Sabtu, 23 Januari 2010

Mengenal Organisasi

Setiap orang punya kecenderungan untuk berkumpul dengan orang lain dalam sebuah komunitas tertentu. Namun demikian, berkumpulnya orang-orang dalam suatu kelompok/klub itu bisa dikelompokkan dalam dua kategori.
1. Spontanitas; misalnya, kerumunan orang-orang di pasar, terminal dan tempat-tempat umum lainnya. Mereka secara pribadi-pribadi memang punya maksud/tujuan, tetapi di antara mereka tidak ada satu kesepakatan bersama (kontrak sosial), tak ada komunikasi dan ikatan bersama.
2. Terencana dan kesepakatan yang menjadi ikatan bersama (kontrak sosial). Implementasinya, dalam kumpulan orang-orang itu, timbullah beberapa hal berikut :
a) Komukasi/interaksi di antara person-person yang bersangkutan (baik komunikasi formal/verbal-struktural atau informal-non-verbal. Kumpulan orang-orang dalam kategori inilah yang kemudian bisa disebut sebagai organisasi. b) Kontrol secara langsung atau tidak langsung di antara orang-orang yang bersangkutan.
Kategori kedua inilah yang dalam terminologi masyarakat modern kemudian disebut sebagai organisasi.

Karena itu, unsur pokok dalam organisasi antara lain :
1) Ada subyek-subyek persona 2) Ada rencana, maksud/tujuan bersama 3) Ada ikatan nilai (norma) yang ditaati bersama. 4) Ada komunikasi/interaksi 5) Ada mekanisme untuk mencapai tujuan 6) Ada instrumen (sarana) pendukung untuk mencapai tujuan.

Terdapat beberapa jenis organisasi, antara lain :

1. Ditinjau dari orientasinya;
a) organisasi profit b) organisasi non-profit
2. Ditinjau dari sifatnya :
a) organisasi independen b) organisasi dependen
3. Ditinjau dari subyek/sasaran:
a) organisasi kader b) organisasi profesi c) organisasi politik d) organisasi sosial e) organisasi keagamaan

Dalam prosesi perkembangannya, organisasi itu bisa diasosiasikan dengan perkembangan biologis manusia, antara lain : 1) Tahap pra-kelahiran/perintisan (masa mengandung), 2) Tahap kelahiran, 3) Tahap perkembangan, meliputi : a) masa penataan berbagai instrumen (masa kanak-kanak - remaja) b) masa aktualisasi (dewasa/maturasi) c) masa menikmati hasil (masa pensiun) 4. Tahap kematian.

Dalam pendekatan pengembangan program, kita mengenal dua kategori organisasi :
1. Pendekatan top-down, dengan karakteristik sebagai berikut :
a) Pemimpin sebagai pahlawan, b) Pemimpin sumber jawaban; sumber inspirasi dan yang lain tinggal mengikuti, c) visi jelas dan membangkitkan semangat yang menjelaskan mengapa memutus masa lalu yang pernah terjadi dan energi orang-orang untuk berubah. Karena itu, jawaban adalah “di luar” kesadaran anggota, d) Berjalan berdasar dorongan, e) Perubahan didorong sepenuhnya oleh individu yang menentukan (decision maker) yang merencanakan dengan hati-hati dan memperkecil kesempatan dari luar, f) “Mereka” sebagai problem, g) Individu-individu (anggota) melihat kebutuhan (program) untuk perubahan di luar dirinya (pada orang lain), h) Disibukkan dengan training, i) Orang-orang diajar cara-cara pekerjaan baru dalam program-program training secara intensif (dalam rangka sosialisasi, konsolidasi dan mobilisasi), j) Pendekatan program ini akan melahirkan organisasi sebagai seperti mesin (mekanis).

2. Pendekatan bottom-up, dengan karakteristik sebagai berikut : a)
Pemimpin sebagai fasilitator, b) Kesadaran pribadi-pribadi: memungkinkan yang lain untuk mengembangkan potensi., c) Dilandasi kesadaran, d) Perubahan orang-orang disebabkan karena mereka lebih memiliki kesadaran terhadap kebutuhan mereka sendiri dan kesalingtergantungan mereka terhadap realitas (dunia) yang melingkupinya. Jawaban ada “di dalam” diri mereka sendiri, e) Bebas, f) Para pemimpin yang efektif membebaskan potensi orang-orang (anggota) dan organisasi untuk menerima perubahan dan disiapkan untuk hidup dengan lingkungannya yang tak pernah henti, g) “Kita” perlu perubahan, h) Perubahan dimulai dari “saya/kita” bukan mereka.

Refleksi
Orang-orang belajar ketika mereka setahap demi setahap menyadari tugas-tugas, tanggung jawab dan peran-peran lain yang harus dilakukannya.
Pendekatan program ini akan melahirkan organisasi sebagai sistem yang hidup (organis).

Pendekatan organis, bisa diasosiasikan dengan paradigma pertanian. Yaitu bahwa organisasi adalah benda-benda hidup yang tidak dapat “diperbaiki” dengan mengganti bagian-bagian yang tidak berfungsi; tetapi benda-benda hidup itu hanya bisa ditumbuhkan untuk memberikan hasil-hasil yang diinginkan. Bahwa hasil (panen/karya-karya) itu tidak diciptakan oleh montir, tetapi oleh tukang kebun/orang-orang yang bekerja secara kreatif. Tukang kebun tahu bahwa kehidupan (organisasi) itu terdapat di dalam benih. Walaupun mustahil membuat benih tumbuh, tukang kebun masih tetap bisa memilih benih terbaik dan kemudian menggunakan logika “dan” untuk menciptakan keadaan - temperatur, tanah yang tepat, sinar matahari yang cukup, air, pupuk, menyiangi, mengolah tanah - yang kesemuanya itu akan mendukung memaksimalkan pertumbuhan sang benih. Jadi, para aktivis (pertanian) organisasi bekerja dengan salah satu persyaratannya adalah mengakomodasi pertentangan kronis antara kontrol organisasi dan otonomi perorangan melalui kesepakatan win-win - kesepakatan yang menunjukkan suatu “kemenangan” bagi perorangan dan suatu “kemenangan” bagi organisasi juga. “Hukum pertanian”, berpinjak pada prinsip bahwa “menunda dan melakukan sesuatu secara tergesa-gesa tidak berlaku dalam bertani”. Sapi harus diperah setiap hari. Hal-hal lain harus dikerjakan menurut waktunya dan menurut siklus alami. Konsekuensi alami akan menyusul setiap pelanggaran, walaupun terdapat niat baik. Dalam hukum pertanian, maka proses alami seperti “saya harus menyiapkan lahan, menyemai benih, mengolah lahan, menyiangi, mengairi dan menjaga gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), harus benar-benar dijalankan secara benar dan tepat. Dalam konteks ini, hukum alam berlaku tidak pandang bulu (organisasi yang punya sejarah gemilang bukan berati akan seterusnya gemilang). Karena itu, menanamkan prinsip-prinsip pertanian ini pada pusat kehidupan organisasi dan semua perilakunya akan menjadi jaminan kemenangan organisasi. Dengan melakukan hal ini maka pola pikir kita akan berubah dari mentalitas “kelangkaan” menjadi mentalitas “berkelimpahan”. Dalam bahasa “petani kentang”, mentalitas berkelimpahan berarti “semakin tipis kulitnya semakin besar isinya”.

Tujuh prinsip dalam organisasi yang akan menopang keberadaannya dalam posisi dan kondisi seimbang : a) Kejelasan visi,misi dan tujuan, b) komunikasi, c) informasi, d) konpensasi, e) pelatihan dan pengembangan, f) rekruitmen dan seleksi, g) rancangan program,

Masalah kronis dalam organisasi :
1) Tidak visi dan nilai bersama: atau organisasinya tidak memiliki pernyataan misi; atau tidak ada pengalaman mendalam dan komitmen terhadap misi itu di semua tingkat dalam organisasi, 2) Tidak ada jalur strategis; atau strateginya tidak dikembangkan dengan baik atau strateginya tidak menjabarkan pernyataan misi secara efektif dan/gagal memenuhi keinginan dan kebutuhan serta realitas arus (angota dan lingkungannya). 3) Keselarasan yang jelek; keselarasan yang jelek antara struktur dan nilai-nilai bersama, antara visi dan misi; antara struktur dan sistem organisasi kurang melayani dan mendukung jalur strategis. 4) Gaya yang salah: Falsafah menajemennya tidak selaras dengan visi dan misi dan nilai-nilai bersama atau gaya manajemen tidak dengan konsisten mewujudkan visi dan nilai-nilai pernyataan misi. 5) Keterampilan yang jelek: Gaya tidak sesuai dengan ketrampilan, atau manajer tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan untuk memakai gaya yang tepat. 6) Tidak ada integritas diri: nilai tidak sama dengan kebiasaan; tidak ada korelasi antara aya yang saya hargai dan percayai dengan apa yang saya lakukan.



Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:

Posting Komentar