Selasa, 29 Desember 2009

Konsep Dasar Bimbingan dan Penyuluhan

Bagi Penyuluh Agama Islam baik honorer maupun PNS, sementara ini kemungkinan jarang atau malah tidak pernah memperhatikan atau mencermati masalah konsep dasar bimbingan dan penyuluhan. Bagi mereka, yang penting adalah melaksanakan penyuluhan dalam bentuk pengajian rutin atau insidental. Jadwal, tempat, dan pesertanya sudah jelas. Soal materi? Ada sebagian penyuluh yang merumuskan materinya telah terstruktur secara sistematis. Tetapi ada juga yang materinya tergantung moodnya atau disesuaikan dengan kondisi pesertanya

Masalah konsep dasar bimbingan dan penyuluhan, bagi sebagian atau hampir semua Penyuluh Agama mungkin dianggap sebagai sesuatu yang mengawang-awang, terlalu abstrak. Karena itu, bagi Penyuluh Agama masalah tersebut dianggap tidak terlalu penting.
Apalagi sementara ini, di dalam buku-buku pedoman (buku besar Penyuluh Agama yang diterbitkan oleh Ditjen Kelembagaan Agama Islam Bagian Peningkatan Tenaga Keagamaan Penyuluh Agama Depag Pusat) belum ada yang secara detail menguraikan konsep dasar bimbingan dan penyuluhan yang mencakup pengertian, prinsip-prinsip, jenis-jenis, metode dan sebagainya. Demikian juga, para pejabat yang berkompeten dengan manajemen kepenyuluhan, di berbagai sambutan atau pembinaan yang selalu ditekankan adalah pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang identik dengan teknis penyuluhan dalam bentuk tatap muka. Tetapi, sejauh mana para Penyuluh Agama memahami betul soal konsep dasar bimbingan dan penyuluhan sementara ini sepertinya kurang dicermati.
Padahal, memahami konsep dasar bimbingan dan penyuluhan merupakan modal utama untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi secara efektif, kreatif dan inovatif. Apalagi fungsi Penyuluh Agama tidak sekedar menjadi tukang (tukang ngaji, tukang ceramah, tukang khutbah, tukang mimpin doa dan lain-lain). Lebih dari itu, Penyuluh Agama juga dituntut dapat menjadi motivator, dinamisator, pelopor, dan bahkan konseptor proses pemberdayaan, khususnya aspek keberagamaan masyarakat. Karena itu, setiap Penyuluh Agama dituntut dapat memahami dan menjelaskan konsep dasar bimbingan dan penyuluhan sebagai kerangka akademik dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Tulisan singkat ini akan mendeskripsikan seputar pengertian dan prinsip-prinsip dasar bimbingan dan penyuluhan. Sementara itu, masalah jenis-jenis dan metode bimbingan dan penyuluhan, sekiranya memungkinkan akan disajikan pada edisi berikutnya.

Pengertian Bimbingan dan Penyuluhan
Penyuluhan adalah kata yang sudah akrab di dunia pendidikan, baik pendidikan formal di sekolah maupun pendidikan non-formal di masyarakat. Di samping istilah penyuluhan, juga dikenal istilah bimbingan. Dua kata ini seringkali dipakai dalam satu pengertian yaitu bimbingan dan penyuluhan. Dua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda, tetapi juga memiliki pengertian yang saling melengkapi. Karena itu, di dunia pendidikan persekolahan dan masyarakat, kata penyuluhan dan bimbingan merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran. (Romli: 2001, 9).
Bimbingan dan penyuluhan adalah terjemahan dari istilah bahasa Inggris, guidence and counselling. Istilah guidence berasal dari kata kerja to guide, yang artinya membantu atau menuntun. Jadi, istilah guidence berarti pemberian bantuan atau tuntunan kepada orang lain yang membutuhkan. Dipandang dari sudut pengertian, banyak yang memberi definisi. Misalnya, menurut Shertzer dan Stones (1981: 40) yang dikutip oleh Muhammad Surya (1988: 32-33) menyatakan bahwa bimbingan sebagai suatu konsep adalah suatu upaya membantu individu, sebagai suatu konstruk pendidikan, bimbingan mengacu pada suatu bentuk pengalaman yang dapat membantu seseorang untuk memahami dirinya sendiri; dan sebagai suatu program, bimbingan mengacu kepada suatu prosedur dan proses yang teroganisasi untuk mencapai tujuan pendidikan dan pribadi tertentu.
Sementara itu, menurut Surya (1988: 33-36), bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Dengan demikian, secara umum bimbingan memiliki beberapa komponen, yaitu : 1) proses yang berkelanjutan, 2) proses membantu, 3) bantuan diberikan kepada setiap individu yang memerlukan di dalam proses perkembangannya, 4) bantuan diberikan agar individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi atau kapasitas dirinya dan lingkungannya, dan 5) diperlukan personal yang memiliki keahlian.
Sedangkan istilah counselling (ejaan Britis) berasal dari bahasa latin consilium yang berarti nasehat (advice), informasi, dialog, opini atau pertimbangan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam rangka pembuatan keputusan atau tindakan yang akan datang (Syuhada: 1988: 5-6, dikutip dari The New Grollier Webster International Dictionary: 1971). Di Indonesia, istilah konseling sering juga disebut dengan istilah penyuluhan.
Seperti halnya istilah bimbingan, dari sisi pengertian, penyuluhan juga memiliki banyak definisi. Misalnya, menurut Shertzer dan Stonen (1974), penyuluhan adalah proses interaksi yang memberikan fasilitas atau kemudahan-kemudahan untuk pemahaman yang bermakna terhadap diri dan lingkungan, serta menghasilkan kemantapan dan atau kejernihan tujuan-tujuan serta nilai-nilai untuk perilaku di masa datang. Di sisi lain, Surya (1988: 56-58) memberikan batasan penyuluhan sebagai suatu proses yang dirancang untuk merangsang berpikir agar ide-ide dapat mengendap, berkembang dan tumbuh ke arah suatu konsepsi pribadi. Kemudian, secara rinci Kottler dan Brown menjelaskan bahwa unsur-unsur penyuluhan sebagai berikut: 1) suatu profesia, 2) suatu proses, 3) melibatkan suatu hubungan, 4) antara orang-orang, 5) menuntut suatu perangkat keterampilan, keterampilan khusus, 6) pengetahuan, 7) dapat dikomunikasikan, dan 8) untuk mempengaruhi sasaran penyuluhan (klien) berubah.
Penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya bimbingan dan penyuluhan adalah suatu upaya memberikan pelajaran dan pendidikan serta bantuan kepada pribadi atau kelompok masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mereka mampu memahami dirinya dan lingkungannya serta mampu mengatasi berbagai permasalahan sehingga dapat mencapai kesejahteraan hidup (Romli, 2001: 14).
Dalam konteks ini, menurut Surya (1988: 49), penyuluhan merupakan bagian dari bimbingan, baik sebagai pelayanan maupun sebagai teknik. Penyuluhan merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkaitan dengan masalah individu secara pribadi. Lebih lanjut, menurut Syuhada (1988: 30) penyuluhan merupakan bagian integral dari pendidikan. Penyuluhan yang fungsional merupakan bagian integral dari keseluruhan program dan pelaksanaan pendidikan, bukan hanya sebagai tambahan atau sampiran saja. Namun demikian, tidak berarti bahwa penyuluhan itu identik dengan pendidikan, melainkan penyuluhan merupakan upaya-upaya yang bersifat membantu tercapainya tujuan umum pendidikan, dengan menggunakan dimensi intervensi dan teknik yang unik dan berbeda dengan pendidikan.

Prinsip-prinsip bimbingan dan penyuluhan

Penyuluhan sebagai bagian integral dari pendidikan, penerapannya perlu memperhatikan beberapa prinsip, antara lain:
a. Prinsip demokrasi. Hubungan antara penyuluh dan klien perlu dibangun berdasarkan prinsip demokrasi, yaitu adanya ruang komunikasi antara penyuluh dan klien secara terbuka, transparan, bersahabat dan hangat dengan didasari oleh semangat kesetaraan. Hal ini penting untuk menciptakan suasana yang obyektif, akrab, kerjasama, kontruktif dan rasa bangga terhadap hasil-hasil dari proses yang berjalan dalam komunikasi itu.
b. Untuk semua. Bahwa penyuluhan berlaku untuk semua, sesuai dengan tujuan dan sasaran penyuluhan. Penentuan sasaran atau klien penyuluhan benar-benar berdasarkan pada pertimbangan kebutuhan.
c. Perbedaan individual. Bahwa setiap individu memiliki keunikan dan kekhususan tertentu, yang berbeda antara individu yang satu dengan lainnya. Karena itu, proses penyuluhan perlu mempertimbangkan latar belakang, kultur, pendidikan, profesi, kebutuhan-kebutuhannya, masalah-masalah yang dihadapi dan sebagainya.
d. Pribadi seutuhnya. Penyuluhan diterapkan dengan memandang sasaran sebagai pribadi seutuhnya. Mereka adalah manusia yang memiliki harga diri, perasaan, keinginan, emosi, dan sebagainya.
e. Interdisiplin. Bahwa permasalahan yang ada pada sasaran (klien) perlu dipandang dari berbagai sudut pandang atau interdisiplin. Bahwa apa yang diberikan oleh penyuluh tidak bersifat mutlak, tetapi perlu memberikan peluang terbukanya sudut pandang lain dalam mendekati suatu permasalahan.
f. Berpusat pada sasaran. Ukuran keberhasilan itu bukan terpusat pada penyuluh, tetapi pada sasaran, yaitu kepuasan sasaran.
g. Bagian integral dari pendidikan. Proses penyuluhan perlu dilakukan dalam perspektif pendidikan.

Referensi :

Arifin (1976), Pokok-pokok pikiran tentang bimbingan dan penyuluhan agama, Jakarta: Bulan Bintang.

Petterson, Lewis E, dan Eisenberg, Gheldon, (1983), The Counseling process, Edisi ketiga Boston: Houghton Mifflin Company.

Priyatno dan Ermananti (1999), Dasar-dasar bimbingan dan konseling, Jakarta: Rineka Cipta.

Romli (2001), Penyuluhan agama menghadapi tantangan baru, Jakarta: Bina Rena Pariwara.

Syuhada, Roosdi Ahmad (1988), Bimbingan dan konseling dalam masyarakat dan pendidikan luar sekolah, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.



Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Thank's Infonya Bray .. !!!

www.bisnistiket.co.id

Posting Komentar