Sabtu, 31 Juli 2010

Puasa Membawa Nikmat

Ramadhan 1431 H segera tiba. Ini artinya, kita akan melaksanakan puasa sebulan penuh dan melaksanakan juga segenap rangkaian ibadah utama dan pendukung-pendukungnya. Berikut ini, kami ajak pembaca yang dimuliakan Allah untuk mencermati beberapa masalah penting berkaitan dengan pelaksanaan ibadah puasa.

Tiap orang Islam dewasa yang sehat wajib menjalankan puasa Ramadhan. Sebab, berpuasa itu, selain menetapi kewajiban (ibadah) kepada Allah (QS. Ali Imran: 183), juga memberikan manfaat yang luar biasa bagi tubuh kita. Yaitu, bahwa puasa itu dapat memberikan kenikmatan bagi tubuh. Beberapa kenikmatan puasa itu antara lain :

Pertama, membaikkan penyakit-penyakit degeneratif, seperti; obesitas, sakit jantung, sakit sendi dan diabetes. Kedua, melancarkan kembali sistem pencernaan tubuh. Ketiga, mengurangi gumpalan-gumpalan lemak dalam tubuh (mengurangi resiko kena sakit jantung). Keempat, memperkuat ketahanan tubuh (secara fisik dan mental). Kelima, meningkatkan kepedulian (solidaritas sosial) terhadap sesama.
Namun demikian, tidak semua orang yang berpuasa bisa mendapatkan kenikmatan seperti di atas. Ada kalanya, puasa yang kita lakukan malah hanya menimbulkan rasa lapar, lemas, lesu, pusing, sulit konsentrasi dan hilang semangat kerja. Mengapa bisa demikian ? Jawabannya sederhana, karena cara puasa kita tidak benar.

Karena itu, bagaimana sebenarnya puasa yang benar, sehingga kita bisa mendapatkan manfaat dan kenikmatan dari puasa Ramadhan yang kita lakukan? Berikut ini beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan oleh setiap orang yang menjalankan ibadah puasa:

Pertama, niat karena Allah. Niatkan puasa karena Allah. Jangan punya pikiran atau niatan lain, kecuali hanya supaya mendapat ridha/kasih sayang Allah SWT. Motivasi atau dorongan menjalankan puasa karena malu dengan tetangga, malu dengan teman sekerja, malu dengan atasan, malu dengan staff (bawahannya), malu dengan calon mertua dan sebagaianya, hanya akan mengurangi manfaat yang sebenarnya dari puasa yang kita lakukan. Tetapi, sebagai bagian dari menetapi kewajiban sosial (solidaritas dengan sesama anggota keluarga, sesama teman atau lingkungan) menjalankan puasa karena malu terhadap orang lain, tentu masih lebih baik daripada tidak menjalankan puasa, tetapi tidak punya rasa malu sama sekali.

Kedua, sahur yang benar. Proses sahur yang benar yaitu makan diawali dengan memakan makanan yang mudah dicerna, baru kemudian makan secara lengkap. Ingat, jangan makan berlebihan. Hindari terlalu banyak makan yang berbentuk hidrat arang, karena dapat menimbulkan hormon insulin tubuh akan berlebihan. Sebab, insulin dapat mempercepat turunnya kadar gula darah dan ini akan membuat Anda cepat lapar. Makanan yang membuat badan tahan lapar adalah berbagai jenis protein, seperti: daging, ikan, ayam, telur, tahu, tempe, sayur-sayuran dan buah-buahan. Nabi Muhammad SAW menegaskan dalam sabdanya:
“Diriwayatkan dari Anas r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: “Hendaklah kamu bersahur kerena di dalam bersahur itu ada keberkatannya”.

Ketiga, berbuka yang bijak. Rasulullah SAW memberikan kabar buat kita:
“Diriwayatkan daripada Sahl bin Saad r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah bersabda: Seseorang itu sentiasa berada di dalam kebaikan selagi mereka selalu menyegerakan berbuka puasa”.

Saat tiba waktu berbuka, mulailah dengan minum yang manis-manis atau makanan yang mudah dicerna terlebih dulu. Yaitu , makanan yang berbentuk hidrat arang, misalnya: kurma, kolak, bubur dan sebagainya. Setelah maghrib – setelah saluran pencernaan sudah istirahat sejenak – barulah boleh makan lengkap berupa nasi, lauk pauk, sayur dan buah. Ingat…! Hindari makan berlebihan dan berhentilah sebelum kenyang. Sebab, saat kadar gula darah mencapai puncak, kita memang belum merasa kenyang. Jadi bila makan terus-menerus, maka saat rasa kenyang timbul sebenarnya kita sudah kelebihan makan.

Keempat, perbanyak menanam kebaikan. Berbuat baik kepada sesama, bershadaqah pengetahuan, pengalaman, atau segala sesuatu yang kita miliki, harus selalu menjadi semangat dalam keseharian kita. Pendeknya, tidak ada waktu terlewatkan selain untuk menanam kebaikan buat sesamanya.

Kelima, hindari perilaku tidak terpuji atau negatif. Perilaku boros, membuang-buang waktu, iri, dengki, sombong (takabur), apalagi mencuri dan sebagainya, harus dibakar dari dalam pribadi kita.

Pendek kata, puasa adalah terapi fisik, biologis dan psikologis yang memiliki fungsi luar biasa dalam upaya meraih kenikmatan hidup sejati. Yaitu, hidup yang selalu bermakna bagi diri dan orang lain, serta selalu terhindar dari penderitaan, kesengrasaan dan kenistaan. Wallahu a’lam.
Selengkapnya...



Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

Rabu, 21 Juli 2010

Keluarga Sebagai Pusat Pendidikan Utama

Hidup berkeluarga adalah salah karunia terbesar Allah SWT. Sungguh suatu nikmat yang luar biasa bagi kita yang setiap hari bisa berkumpul bersama anggota keluarga. Dan bersamaan dengan moment harti keluarga nasional tahun 2010 ini, penting kiranya kita membuat sebuah komitmen untuk menjadikan keluarga kita sebagai pusat pendidikan yang utama. Bahwa keluarga yang kita bangun menjadi sebuah komunitas kecil; ada ayah/istri, putra-putri yang selalu ceria dan mungkin anggota keluarga lainnya, adalah media yang paling efektif untuk menanamkan dasar-dasar pribadi yang sempurna (kamilan) dan proyeksinya menjadi komunitas terbaik.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali ‘Imran, 3:110)
Keluarga merupakan pilar utama penyangga berdirinya bangunan masyarakat. Bagaimana corak kehidupan sebuah masyarakat dan bagaimana pola ataupun gaya hidup masyarakat itu, banyak ditentukan oleh pola dan gaya hidup keluarga yang ada di dalamnya. Dengan demikian, keluarga merupakan pintu utama dalam membangun masyarakat yang berbudaya, berkeadaban dan maju. Untuk menterjemahkan pemahaman seperti ini, maka kita perlu memahami visi dalam membangun sebuah keluarga.
Visi pembentukan keluarga menurut Islam adalah untuk menciptakan kemuliaan hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Kemuliaan hidup di dunia ini, ditandai dengan adanya keimanan dan ketaqwaan yang dimanifestasikan dalam kondisi hidup yang santun, tentram, damai, dan sejahtera di di dalam lingkungan keluarga. Pola hubungan yang terbentuk di antara sesama anggota keluarga didasari atas kasih-sayang. Tidak ada pola hubungan yang bersifat eksploitatif, manipulatif ataupun profokatif yang bisa menciptakan suasana saling curiga, saling terpaksa, rasa takut dan dan perasaan-perasaan lain yang bisa disebut sebagai gangguan mental. Karena itu, bangunan keluarga yang dipesankan agama Islam , adalah keluarga yang dapat menumbuhkan benih-benih ketentraman dan kasih-sayang, seperti yang telah Allah tegaskan dalam ayat berikut :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaa-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya rasa cinta dan kasih sayang di antaramu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (QS. Ar-Ruum, 30:21)

Jadi, jelaslah bahwa secara religius dan etis, adalah wajib bagi semua kaum laki-laki dan perempuan untuk menikah, membentuk institusi keluarga, Karena, keluarga inilah yang dapat menjadi wahana paling efektif membina mentalitas SDM yang berkualitas. Kualitas hidup berkeluarga, dapat ditandai minimal lima aspek, yaitu; relidiusitas, pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan keseimbangan hubungan antar anggota keluarga dan sesama keluarga (masyarakat).
Dalam konteks ini, maka pembentukan keluarga menurut Islam bukan sekedar untuk menyalurkan kebutuhan seksual; sekalipun Islam sendiri juga tidak mengutuk kebutuhan biologis setiap manusia itu. Justru Islam memandang bahwa kebutuhan seksual adalah suci, penting dan baik. Karena itu, Islam tidak hanya mengizinkan, bahkan menganjurkan kita - semua manusia - laki-laki dan perempuan agar memenuhi kebutuhan seksual itu. Akan tetapi, Islam tidak menganggap seks sebagai satu-satunya tujuan dalam pembentukan keluarga. Sebab, pesan utama pembentukan keluarga ini adalah sebagai materi bagi sebagian besar terlaksananya ketentuan moral. Karena itu, Islam memandang keluarga adalah mutlak perlu bagi pemenuhan tujuan Allah SWT dalam menciptakan tata kosmis, yaitu alam semesta ini dengan semua kehidupannya.
Sebagai wahana pembinaan mentalitas SDM yang berkualitas, maka keluarga yang dibangun atas dasar keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dalam penterjemahannya diproyeksikan dapat menumbukan rasa cinta, kasih dan sayang di antara sesama anggota keluarga. Hak-hak dan kewajiban semua anggota keluarga; ayah, ibu, anak-anak dan ataupun semua orang yang ada didalamnya bisa saling percaya, saling menghargai kelebihan dan kekurangan masing-masing, saling melindungi, saling membantu dan semua persoalan yang timbul di dalam keluarga itu dapat dipecahkan secara bersama-sama. Dengan demikian, semua anggota keluarga bisa merasa aman, tentram, damai, berpikiran jernih dan berhati lapang. Tidak ada persoalan yang tidak bisa dibicarakan dari hati ke hati atas dasar kebersamaan dan bukan semata-mata atas dasar untung dan rugi.
Kondisi keluarga seperti di atas, dimungkinkan dapat menumbuhkan sifat dan perilaku pribadi yang santun, pandai menghargai hak-hak sesamanya, penuh gagasan, dan iklim kinerja keluarga yang baik. Dalam keluarga itu, yang terlihat adalah suasana kebersamaan, yang terasa adalah kesejukan, yang terdengar adalah suara-suara kemerduan dari tutur sapa atau ungkapan-ungkapan bahasa komunikasi yang santun. Prinsipnya, dalam keluarga itu telah terbentuk tata nilai, tata krama dan tata tertib yang secara sinergis membentuk pribadi keluarga yang memiliki mentalitas SDM berkualitas.
Mentalitas SDM bisa diartikan sebagai keseluruhan dari isi serta kemampuan alam pikiran dan alam jiwa manusia dalam hal menggapi lingkungannya. Karena itu, mentalitas ini merupakan hasil dari proses sinergi antara sistem nilai budaya dan sikap mental yang tumbuh dalam pribadi seseorang atau sekelompok masyarakat. Sistem nilai budaya adalah konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian atau besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
Sementara itu, sikap mental adalah suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri seorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia atau masyarakatnya, baik lingkungan alamiahnya, maupun lingkungannya fisiknya). Dengan demikian, mentalitas SDM ini merupakan implikasi psikologis yang terbentuk pada diri seseorang sebagai sinergi dari proses nilai yang ada dalam diri seseorang dengan sikap pribadinya. Ini berarti bahwa jiwa dalam diri seseorang telah tumbuh nilai-nilai kebersamaan, persaudaraan, keadilan, kasih sayang dan sebagainya, dan bersamaan dengan itu, lingkungan orang tersebut (khususnya lingkungan yang paling intens bersentuhan dengan pribadinya adalah keluarga) akan membentuk sikap diri yang kuat (berupa keyakinan diri terhadap kekuatan yang menciptakan nilai-nilai itu, yaitu Allah SWT), dan pada akhirnya akan menciptakan citra diri yang positif, optimistis dan demokratis.
Pribadi seseorang seperti di atas, dalam pergaulan sosial, niscaya akan selalu terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, kritikan ataupun masukan dari orang lain. Bahkan ia selalu haus akan sesuatu yang baru. Karena ia sangat faham bahwa kebenaran yang ada pada dirinya adalah relatif. Karena itu, ia perlu untuk bisa bersosialisasi dan berkomukasi dengan orang lain dalam rangka meningkatkan kualitas diri, khususnya meningkatkan mentalitas dirinya secara terus-menerus. Semua proses ini, secara intensif hanya bisa berjalan dalam institusi keluarga. Sebab, di dalam keluarga inilah proses sosialisasi dan komunikasi akan berjalan secara alamiah, intens, dan terus-menerus. Bersamaan dengan itu, kontrol dari semua anggota keluarga bisa berlangsung secara intens dan berkelanjutan pula.
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa mentalitas sumber daya manusia (SDM) adalah harta yang termahal dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebab, mentalitas ini tidak bisa dibentuk dalam waktu yang tergesa-gesa dan tidak dapat berkembang dalam waktu yang singkat. Pembentukan Mentalitas memerlukan waktu, proses dan wahana yang kondusif.
Mentalitas bangsa Indonesai yang sementara ini citranya kurang baik, sebab bangsa kita dikenal sebagai bangsa terkorup nomer 4 dan kualitas SDM-nya termasuk nomer 109 di antara bangsa-bangsa di dunia, adalah agenda terbesar yang harus menjadi tanggung jawab semua masyarakat. Karena itu, apa yang bisa kita perbuat untuk berpartisipasi aktif membangun kembali citra keharuman bangsa ini ? Membina keluarga! Inilah jawaban simpel yang bisa kita mulai dari sekarang. Kita perjuangkan secara bersama-sama, membangun lingkungan sosial dan fisik keluarga secara baik untuk menyemaikan benih-benih pribadi yang memiliki mentalitas yang berkualitas, yaitu sosok pribadi yang ditandai dengan sifat jujur (sidiq), terpercaya (amanah), adil, konsisten (istiqamah) dan dapat bekerjasama.
Catatan akhir dari khutbah ini, maka pada dasarnya kita adalah umat yang satu, sebuah keluarga besar masyarakat bangsa Indonesia yang memiliki cita-cita luhur bersama dan tujuan bersama. Karena itu, sudah seharusnya jika sesama anggota keluarga satu bangsa tidak saling menyakiti, saling eksploitasi dan semena-mena terhadap sesamanya. Kita bangun “keluarga Indonesia baru” dengan memulai dari keluarga kita masing-masing. Insya Allah, cita-cita keadilan, kemulian, kehormatan dan keselamatan dunia dan akhirat bisa kita nikmati besama satu keluarga bangsa Indonesia.
Perjuangan membina mentalitas SDM melalui keluarga merupakan jihad paling murah, namun paling berharga, yaitu sebagai investasi jangka panjang membangun bangsa yang berbudaya dan berperadaban maju, sekaligus melaksanakan instruksi Allah SWT, dalam firman-NYa :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS. At Tahrim, 66 :6)
Semoga Allah tetap memberikan berkah, taufiq, hidayah dan kekuatan kepada semua keluarga Indonesia untuk melakukan perjuangan amar ma’ruf nahi munkar dengan meningkatkan martabat bangsa, yaitu membangun mentalitas SDM kita masing-masing...Amien.
Selengkapnya...



Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO